PENDAHULUAN
1.1.
Latarbelakang
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi
itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten
dan Kota dipilih secara demokratis.
Sistem penyelenggaraan pemerintahan
di Indonesia meliputi sistem pemerintahan pusat atau disebut pemerintah dan
sistem pemerintahan daerah. Seperti
kita ketahui, Indonesia merupakan suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat,
dimana pemerintah di daerah merupakan bagian integralnya. Dasar hukum dari
adanya pemerintahan daerah terdapat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, menyebutkan
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang”. Kemudian mengenai pemerintah di daerah diatur lebih rinci
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimanakah
ruang lingkup pemerintahan daerah ?
1.2.2.
Apa
saja tugas dan peran pemerintah daerah ?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Mengetahui
ruang lingkup pemerintah daerah
1.3.2.
Mengetahui
tugas dan peran pemerintah daerah
PEMBAHASAN
2.1. Ruang Lingkup Pemerintah Daerah
Seperti kita ketahui, Indonesia
merupakan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 18 ayat
(1) UUD 1945, menyebutkan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai suatu bangsa yang
merdeka dan berdaulat, dimana pemerintah di daerah merupakan bagian
integralnya. Dasar hukum dari adanya pemerintahan daerah terdapat dalam
Undang-undang pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Kemudian
mengenai pemerintah di daerah diatur lebih rinci dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Victor M. Situmorang, melihat
sangat luasnya wilayah negara serta luasnya persoalan yang ada, pada umumnya
pemerintah daerah (local government) bertingkat-tingkat, yaitu
pemerintah tingkat provinsi, pemerintah tingkat kabupaten, pemerintah tingkat
kotamadya, pemerintah tingkat kecamatan dan pemerintah tingkat desa atau
tingkat kelurahan.
Oppenheim
dalam bukunya yang berjudul Het Netherlandsch Gementerecht,
memberikan beberapa ciri Pemerintahan Daerah, yaitu:
1. Adanya lingkungan atau
daerah batas yang lebih kecil daripada negara;
2. Adanya penduduk dari jumlah
yang mencukupi;
3. Adanya
kepentingan-kepentingan yang pada coraknya sukar dibedakan dari yang diurus oleh negara, akan tetapi yang
demikian menyangkut lingkungan itu, sehingga penduduknya
bergerak untuk berusaha atas dasar swadaya;
4. Adanya suatu organisasi yang
memadai untuk menyelenggarakan kepentingan- kepentingan
itu;
5. Adanya kemampuan untuk
menyediakan biaya yang diperlukan.
Pengertian pemerintahan daerah dapat
ditemui pada Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyatakan
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”. Secara lebih spesifik dalam Pasal 1 angka 3
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, menjelaskan “Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah”. Selanjutnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah,
dimana dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dan pemerintahan daerah diberikan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah.
Ruang lingkup pemerintah daerah
terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Ayat
(1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(3) adalah:
1. Pemerintahan daerah provinsi
yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
2. Pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
Pada
ayat (2) dijelaskan bahwa “Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah”.
2.2.
Tugas dan Peranan Pemerintah daerah
Pemerintah
selaku pemegang kekuasaan eksekutif dibedakan dalam dua pengertian yuridis,
yakni:
1.
Selaku alat kelengkapan negara yang
bertindak untuk dan atas nama negara yang kekuasaannya melekat pada kedudukan
seorang kepala negara.
2.
Selaku pemegang kekuasaan tertinggi
atas penyelenggaraan pemerintahan atau selaku administrator negara (pejabat
atau badan atas usaha negara)
Pemerintahan
adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara, perbuatan, kegiatan, urusan, atau
tindakan memerintah yang dilakukan atau diselenggarakan atau dilaksanakan oleh
pemerintah. Eksekutif adalah cabang kekuasaan dalam negara yang melaksanakan
kebijakan publik (kenegaraan dan atau pemerintahan) melalui peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun atas
inisiatif sendiri.
Administrasi
(negara) adalah badan atau jabatan dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang
mempunyai kekuasaan mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan
tindakan-tindakan, baik di lapangan pengaturan maupun penyelenggaraan
administrasi (negara).
Berkaitan
hubungan antara pemerintahan dan administrasi negara, maka didalam organisasi
modern sebagaimana negara dan perangkatnya, Max Weber mengintroduksi
terminologi birokrasi dengan mengatakan sebagai berikut: (Dahl, 1994: 13)
Pemerintah tidak lain adalah yang
berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara eksklusif berhak
menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya dalam suatu batas
wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan dibentuk
birokrasi.
Tugas
pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian, pembangunan
menciptakan kemakmuran. Sedangkan Birokrasi itu sendiri dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1.
Birokrasi patrimonial yang berfungsi
berdasarkan nilai-nilai tradisional yang tidak memisahkan antara tugas,
wewenang, dan tanggung jawab dinas dengan urusan pribadi pejabat.
2.
Birokrasi modern (rasional)
dicirikan dengan adanya spesialisasi, hukum, pemisahan tugas dinas dan urusan
pribadi.
Lebih
jauh berkaitan dengan birokrasi publik di Indonesia, Miftah Thoha (Miftah
Thoha, 2000: 4-5) memberikan catatan tentang restrukturisasi dan reposisi
birokrasi publik. Sekurangnya terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu aspek penegakan demokrasi, aspek perubahan sistem politik, dan aspek
perkembangan teknologi informasi.
1.
Aspek Penegakan Demokrasi: Prinsip
demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan pada rakyat dan bukan
pada penguasa. Oleh karena itu struktur kelembagaan pemerintah yang disebut
birokrasi tidak dapat lepas dari kontrol rakyat. Wujud kekuasaan dan peran
rakyat ialah bahwa pada setiap penyusunan birokrasi harus berdasarkan
undang-undang. Berdasarkan undang-undang, rakyat terlibat dalam mendesain dan
menetapkan lembaga-lembaga pemerintahan atau birokrasi di pusat maupun di
daerah.
2.
Aspek Perubahan Sistem Politik: Era
reformasi saat ini sungguh menghadapi persoalan kondisi mental, sikap dan
perilaku politik warisan rezim terdahulu terutama dalam kerangka single
majority Golongan Karya. Pada masa orde baru semua posisi jabatan dalam
organisasi publik ditempati oleh kader-kader Golkar. Oleh karena itu tidak
dapat dibedakan manakah yang “birokrat tulen” dan manakah “birokrat partisan”
Struktur organisasi publik berkembang antara pejabat birokrasi dan pejabat
politik. Semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dan
nonkarier, antara jabatan birokrasi dan jabatan politik.
3.
Aspek Perkembangan Teknologi
Informasi: Kemajuan jaman dan perubahan global telah menjadikan cara kerja
suatu birokrasi dengan menggunakan teknologi informasi. Cara demikian telah
menciptakan “birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas” Berdasarkan kondisi
demikian, maka tatanan organisasi akan berubah menjadi lebih pendek dan
ramping. Sesuai dengan asas demokrasi, kewenangan birokrasi menjadi tidak hanya
berada pada tataran penguasa melainkan tersebar dimana-mana (decentralized).
Birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas telah menjadikan birokrasi tidak lagi
secara tegas mengikuti garis hirarki. Struktur organisasi bersifat ad-hoc,
komite, dan matrik akan menjadi model organisasi mendatang, yang sering disebut
sebagai organisasi struktur logis (logical structure).
Menurut
Max Weber (Dahl, 1994:13),
pemerintah
tidak lain adalah yang berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara
eksklusif berhak menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya
dalam suatu batas wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi
pemerintahan dibentuk birokrasi.
Sedangkan
tugas pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian,
pembangunan menciptakan kemakmuran
Pada
suatu pemerintahan terdapat fungsi legislasi. Fungsi legislasi secara umum
adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan atau pembuatan
kebijakan. Mengacu pada pengertian ini, kewenangan legislasi sebenarnya tidak
hanya dimiliki oleh parlemen (DPR/DPRD), tetapi juga oleh institusi-institusi
lain seperti eksekutif serta yudikatif. Akan tetapi kajian modul ini hanya akan
berfokus pada peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses
penyusunan Peraturan Daerah (Perda).
Sesuai
dengan UU nomor 22 tahun 2003 (tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah), DPRD merupakan sebuah lembaga perwakilan rakyat yang
berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota. Dalam
UU nomor 32 tahun 2004 (tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan DPRD sebagai
lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan di daerah. Sebagai sebuah lembaga pemerintahan di daerah atau
unsur penyelenggara pemerintahan di daerah, DPRD mempunyai fungsi legislasi,
anggaran dan pengawasan.
Untuk
fungsi legislasi sendiri, terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengatur
pelaksanaan fungsi ini, antara lain:
1.
Undang-Undang nomor 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2.
Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun
2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD
Fungsi
legislasi dari DPRD adalah bersama-sama dengan Kepala Daerah membuat dan
menetapkan Perda, yang berfungsi sebagai:
1.
Perda sebagai arah pembangunan
Sebagai
kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan seluruh kebijakan
publik yang dibuat termasuk didalamnya sebagai acuan daerah dalam menyusun
program pembangunan daerah. Contoh konkritnya adalah Perda tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) atau Rencana Strategik Daerah (RENSTRADA).
2.
Perda sebagai Arah Pemerintahan di
Daerah
Sesuai
dengan Tap MPR Nomor XI tahun 1998 serta UU Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, maka ditetapkan
asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik (good governance). Dalam
penerapan asas tersebut untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih
dan bebas dari KKN, maka asas-asas tersebut merupakan acuan dalam penyusunan
Perda sebagai peraturan pelaksanaannya di daerah.
Fungsi
penganggaran merupakan salah satu fungsi DPRD yang diwujudkan dengan menyusun
dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bersama-sama
pemerintah daerah. Dalam melaksanakan fungsi penganggaran tersebut DPRD harus
terlibat secara aktif, proaktif, bukan reaktif, dan bukan hanya sebagai lembaga
legitimasi usulan APBD yang diajukan pemerintah daerah.
Fungsi
penganggaran memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat, karena APBD yang dihasilkan oleh fungsi penganggaran DPRD
memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
APBD sebagai fungsi kebijakan fiskal
Sebagai
cerminan kebijakan fiskal, APBD memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu:
a.
Fungsi alokasi
Fungsi
alokasi mengandung arti bahwa APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi
pengangguran, mengurangi pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian. APBD harus dialokasikan sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan.
b.
Fungsi distribusi
Fungsi
distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBD harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Jika fungsi distribusi APBD berjalan dengan baik, maka
APBD dapat mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal.
c.
Fungsi stabilisasi
Fungsi
stabilisasi mengandung arti bahwa APBD merupakan alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
2.
APBD sebagai fungsi investasi daerah
Dalam
pandangan manajemen keuangan daerah, APBD merupakan rencana investasi daerah
yang dapat meningkatkan daya saing daerah dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena
itu, APBD harus disusun sebaik mungkin agar dapat menghasilkan efek ganda
(multiplier effect) bagi peningkatan daya saing daerah yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkesinambungan.
3.
APBD sebagai fungsi manajemen
pemerintahan daerah
Sebagai
fungsi manajemen pemerintahan daerah, APBD mempunyai fungsi sebagai pedoman kerja,
alat pengendalian (control), dan alat ukur kinerja bagi pemerintah daerah.
Dengan kata lain, dipandang dari sudut fungsi manajemen pemerintah daerah, APBD
memiliki fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan. Dalam penjelasan PP
Nomor 58/2005, fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan didefinisikan
sebagai berikut:
a.
Fungsi perencanaan mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
b.
Fungsi otorisasi mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja
pada tahun yang bersangkutan.
c.
Fungsi pengawasan mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Uraian
di atas memberikan gambaran jelas bahwa fungsi penganggaran memiliki peranan
yang sangat penting dalam pembangunan daerah. Selain itu, fungsi penganggaran
yang baik mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Pengawasan adalah mutlak diperlukan, sebab pengawasan merupakan
salah satu kegiatan dalam rangka upaya pencegahan. Jadi norma pengawasan harus
benar-benar diatur secara rinci, sistematis, dan jelas, baik menyangkut
instansi/pajabat pangawas, obyek pengawasan, prosedur (tata cara), koordinasi,
persyaratan, dan akibat pengawasan.
Pengawasan
terhadap kegiatan usaha ini sekurang-kurangnya meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:
1.
Pemantauan penaatan (compliance
monitoring).
2.
Pengamatan dan pemantauan lapangan.
3.
Evaluasi.
Paling
tidak ada empat faktor yang menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi
daerah menurut Bagir Manan (2002) yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan,
hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi
pemerintahan di daerah. Dikaitan dengan topik kajian ini yang, maka uraian
berikut akan lebih menitik beratkan pada hal-hal yang berkaitan dengan
pengawasan.
Hubungan
kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan
pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan
ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat
digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama, urusan-urusan
rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur
dengan cara tertentu pula. Kedua, sistem supervisi dan
pengawasan dilakukan sedemikian rupa, sehingga daerah otonom kehilangan
kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah
tangga daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara
pusat dan daerah dilakukan sepihak oleh Pusat, sehingga dapat menimbulkan
pengaruh pada keuangan daerah.
UU
Nomor 22 Tahun 1999 sangat mengendorkan sistem pengawasan. Dalam Penjelasan
Umum angka 10 menyatakan:
“… sedangkan pengawasan lebih
ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberi kebebasan kepada daerah
otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam
mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi
daerah.”
Karena
itu peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan
terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Meniadakan syarat pengesahan
(preventief toezicht) dapat menimbulkan masalah hukum yang rumit.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ruang lingkup pemerintah daerah
terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Ayat
(1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(3) adalah:
1. Pemerintahan daerah provinsi
yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;
2. Pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
Pada
ayat (2) dijelaskan bahwa “Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah”.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus