BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhlak merupakan salah
satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang
sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan
aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan
tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini
akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah
yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter
yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw dalam
salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa
misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi
Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk
merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun.
Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih
13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap.
Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan
akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Tujuan dari kajian
tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik
tentang akhlak Islam (moral knowing ), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya
memiliki komitmen ( moral feeling ) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia
dalam kehidupan sehari-hari (moral action ). Dengan kajian ini diharapkan
mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik
yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya di
kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
1.2 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian Akhlak,
Etika, Moral
1.3.2 Mengetahui Karakteristik
Akhlak dalam Islam
1.3.3 Mengetahui Prinsip-prinsip
Akhlak
1.3.4 Mengetahui Aktualisasi Akhlak
dalam Kehidupan
BAB II
PERMASALAHAN
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Akhlak, Etika, Moral
3.1.1 Akhlak
Akhlak dari segi bahasa : berasal dari bahasa Arab,
jama’ dari “Khuluqun” yang berarti
budi pekerti. Kata “akhlak” mengandung segi-segi persesuaian dengan khalqun (ciptaan) serta erat hubungannya
dengan khaliq dan makhluq. Khaliq berarti Tuhan sedangkan
makluq berarti perbuatan dan perilaku manusia. Maksud ni terkandung dalam
kata-kata Aisyah berkaitan akhlak Rasulullah saw yang bermaksud : "Akhlaknya
(Rasulullah) adalah al-Quran." Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di
dalam kata-kata di atas ialah kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan
tingkah laku Rasulullah saw yang semuanya merupakan pelaksanaan ajaran
al-Quran.
Akhlak dari segi
istilah : daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi. Sedangkan Akhlak menurut para
ahli sebagai berikut:
1. Menurut
Imam al-Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan terlebih dahulu."
2. Menurut
Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah
keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
3.
Menurut Profesor Dr
Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan menjadi
kebiasaan yang mudah dilakukan."
- Menurut Abdullah Dirroz dalam Tatapangarsa (1984) menegaskan“ Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar ( dalam hal akhlak baik ) atau pihak yang jahat ( dalam hal akhlak yang tidak baik ).
3.1.2 Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani
kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk
jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta
etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan
untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam
kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata
secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh
K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari
Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)".
Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat
bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti
saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru
memuat beberapa arti.
3.1.3
Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut
budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan
buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi,
berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan
moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores
dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud
dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan
sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang
meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa
Sansekerta, su artinya “lebih
baik”, sila berarti
“dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan
hidup yang lebih baik.
3.2 Karakteristik Akhlak
Kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Sunnah, mengandung muatan universalistik
dan partikularistik. Muatan universalistik merupakan “common platform”(titik
persamaan) nilai-nilai moral lain yang ada di dunia, sedangkan muatan
partikularistik menunjukkan ciri khas dan karakteristik akhlak Islam yang
berbeda dengan yang lainnya. Ciri khas dan karakteristik akhlak Islam itu
meliputi:
1)
Akhlak Rabbaniyah
Akhlak
rabbaniyah memiliki pengertian bahwasanya wahyu Ilahi merupakan “reference
source” (sumber rujukan) ajaran akhlak. Hal ini tidak berarti mengandung
kontradiksi dengan pendapat akal sehat, karena kebaikan yang diajarkan oleh
wahyu adalah kebaikan menurut akal dan yang diajarkan sebagai keburukan menurut
wahyu adalah keburukan menurut akal.
2)
Akhlak Insaniyah
Akhlak insaniyah
mengandung pengertian bahwa tuntutan fitrah dan eksistensi manusia sebagai
makhluk yang bermartabat, sesuai dan ditetapkan oleh ajaran akhlak.
Kecenderungan manusia kepada hal-hal yang positif dan ketetapan akal tentang
kebaikan, secara langsung akan terpenuhi dan bertemu dengan kebaikan ajaran
akhlak. Orientasi akhlak insaniyah ini, tidak terbatas pada perikemanusiaan
yang menghargai nlai-nilai kemanusiaan secara umum, tetapi juga mencakup kepada
perikemakhlukan, dalam pengertian menanamkan rasa cinta terhadap semua makhluk
Allah.
3)
Akhlak Jami’iyah
Akhlak jami’iyah
mempunyai arti bahwa kebaikan yang terkandung di dalamnya sesuai dengan
kemanusiaan yang universal, kebaikannya untuk seluruh umat manusia di segala
zaman dan di semua tempat, mencakup semua aspek kehidupan baik yang berdimensi
vertikal maupun yang berdimensi horisontal.
4)
Akhlak Wasithiyah
Akhlak
wasithiyah berarti bahwasanya ajaran akhlak itu menitikberatkan keseimbangan
(tawassuth) antara dua sisi yang berlawanan, seperti keseimbangan antara rohani
dan jasmani, keseimbangan antara dunia dan akhirat, dan seterusnya. Allah swt,
dalam firman-Nya mengilustrasikan tentang dua kelompok manusia yang memiliki
sifat saling berlawanan. Kelompok pertama hanya memprioritaskan kehidupan
dunianya, dengan sekuat tenaga berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan
hedonistiknya dan membunuh kesadarannya akan kehidupan akhirat. Sedangkan
kelompok yang kedua berusaha menyeimbangkan kepentingan hidupnya di dunia dan
di akhirat serta merasa takut akan siksa neraka. Kelompok pertama akan
mendapatkan keinginan-keinginan duniawinya, namun di akhirat tidak mendapatkan
apa-apa, sedangkan kelompok yang kedua benar-benar akan mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
5)
Akhlak Waqi’iyah
Akhlak waqi’iyah
mengandung pengertian bahwasanya ajaran akhlak memperhatikan kenyataan
(realitas) hidup manusia didasari oleh suatu kenyataan, bahwasanya manusia itu
di samping memiliki kualitas-kualitas unggul, juga memiliki sejumlah kelemahan.
Firman Allah berikut memperjelas kondisi objektif manusia paling mendasar: “Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Q.S. 91:7-8)
Ayat di
atas memberikan pemahaman bahwasanya manusia memiliki dua potensi yang
berhadapan secara diametral. Satu potensi menunjukkan kualitas insaniyah dan
yang satunya lagi manunjukkan kelemahan. Dalam ayat lain terdapat sebuah
ilustrasi, bahwasanya kondisi realitas menjustifikasi untuk melakukan sesuatu
yang tadinya terlarang. “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. 2:173)
3.3
Prinsip-prinsip Akhlak
1. Akhlak yang baik dan
benar harus didasarkan atas al-Qur’an dan as-Sunah bukan dari tradisi atau
aliran-aliran tertentu yang sudah tampak tersesat. Aliran ahlus sunah memandang
baik buruk didasarkan atas agama, dan akal tidak mungkin mengetahui yang baik
dan buruk tergantung pada kesesuaian dengan akal, karena akal merupakan
anugerah Allah yang mulia. Al-Ghazali memandang baik buruk atas akal yang
didasari dengan jiwa agama baik berdasarkan al-Qur’an maupun hadis. sedang Abu A'la
al-Maududi memandang baik buruk ditentukan oleh pengalaman, rasio, dan intuisi
manusia yang dibimbing tuhan melalui wahyu-Nya. Tampaknya pendapat yang
terakhir inilah yang dapat dijadikan prinsip baik akhlak alami, karena
kenyataannya akhlak merupakan kebiasaan yang reflektif yang semestinya ditopang
oleh kebenaran rasio, dan intuisi dibimbing oleh wahyu Allah.
2. Adanya keseimbangan
antara berakhlak kepada Allah, kepada sesama manusia, dan kepada makhluk Allah.
Berakhlak kepada manusia adalah toleransi antaragama, memberikan hak sebagai
tetangga, warga negara atau warga agama, ikut terlibat dalam segala hal, tidak
ingin menang sendiri, bertanggungjawab atas masalah sosial, tolong menolong,
saling memaafkan, saling menghormati, dan sabar serta menahan diri. Sedangkan
akhlak kepada hewan dan tumbuhan adalah melestarikan, memanfaatkan untuk
kepentingan ibadah, tidak menyakiti, sehingga Nabi SAW, menyerukan agar
menajamkan alat potong ketika ingin menyembelih hewan.
3. Pelaksanaan akhlak
harus bersamaan dengan akidah dan syariah, karena ketiga unsur diatas merupakan
bagian integral dari syariah Allah swt.
4. Akhlak dilakukan
semata-mata karena Allah, walaupun objek akhlak adalah kepada makhluk.
Sedangkan ahklak kepada Allah harus lebih diutamakan dari pada akhlak kepada
makhluk.
5. Akhlak dilakukan
menurut proporsinya, misalnya seorang anak harus lebih hormat kepada orang
tuanya dari pada orang lain.
3.4
Aktualisasi Akhlak dalam Islam
Aktualisasi akhlak adalah bagaimana
seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan
seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari. Dan akhlak
seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang muslim seperti di bawah
ini:
1. Akhlak terhadap Allah
a.
Mentauhidkan Allah
Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang
menyatakan keesaan Allah dan Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak
disembah, tidak ada sekutu bagiNya
b. Banyak
Berzdikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya
mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah. Zikir
adalah satu kewajiban. Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
c.
Berdo’a kepada Allah SWT.
berdo’a adalah inti dari ibadah.
Orang-orang yang tidak mau berdo’a adalah orang-orang yang sombong karena tidak
mau mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah SWT.
d.
Bertawakal Hanya Pada Allah
Tawakal kepada Allah SWT merupakan
gambaran dari sikap sabar dan kerja
keras yang sungguh-sungguh dalm
pelaksanaanya yang di harapkan gagal dari harapan semestinya,sehingga ia akan
mamppu menerima dengan lapang dada tanpa ada penyesalan.
e.
Berhusnudzhon ,kepada Allah
yakni berbaik
sangka kepada Allah SWT karena sewsungguhnya apa saja yang di berijan Allah
merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.
2. Akhlak terhadap Rasulullah
a.
Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
mengacu kepada sikap, tindakan,
ucapan dan cara Rasulullah menjalani Hidupnya atau garis-garis perjuangan /
tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua
dalam Islam, setelah Al-Quran.
b.
Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada
Rosulullah S.A.W . Sesungguhnya Tuhan beserta para malaikatnya semua memberikan
Sholawat kepada Nabi (dari Allah berarti memberi rakhmat, dan dari malaikat
berarti memohonkan ampunan). Hai orang-orang beriman, ucapkanlah Sholawat
kepadanya (AQ Al Ahzab : 56)
3. Akhlak Terhadap diri sendiri
a. Sikap
sabar
Sabar adalah menahan amarah dan
nafsu yang pada dasarnya bersifat negative. Kemudian manusia harus sabar dalam
menghadapi segala cobaan.
b. Sikap Syukur.
Dalam keseharian, kadang atau bahkan
sering kali kita lupa untuk ber-Syukur, atau men-Syukuri segala Nikmat Allah
yang telah diberikan kepada kita. ada 3 (tiga) Cara yang mudah untuk men-Syukuri
Nikmat Allah yaitu bersyukur dengan hati yang tulus, mensyukuri dengan lisan
yang dilakukan dengan memuji Allah melalui ucapan Alhamdulillah, dan bersyukur
dengan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan Nikmat dan Rahmat Allah pada
jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya
c.
Sikap Tawadlhu’
Tawadlhu’ atau Rendah hati merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia
jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan
yang didapatnya bersumber dari Allah SWT
d.
Bertaubat.
apabila melakukan kesalahan, maka
segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Apabila ada dari kita yang
merasa telah terlalu banyak berbuat dosa dan maksiat sebaiknya kita
jangan berputus asa dari rahmat ampunan Allah, karena Allah SWT
selalu memberikan kesempatan pada kita untuk bertobat,
4. Aklak Terhadap Sesama Manusia
a. Merajut
Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah
Allah yang diajarkan oleh semua agama, termasuk agama Islam. Oleh sebab itu,
sudah sewajarnya kalau semua elemen membangun ukhuwwah dalam komunitasnya.
Apabila ada kelompok tertentu dengan mengatas-namakan agama tetapi enggan
memperjuangkan perdamaian dan persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali
komitmen keagamaannya,
b.
Ta’awun atau saling tolong menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah
kewajiban setiap Muslim. Sudah semestinya konsep tolong-menolong tidak hanya
dilakukan dalam lingkup yang sempit. Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan
karena apapun yang kita kerjakan
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka
bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
c.
Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk
bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menunggu
permohonan maaf daripada orang yang berbuat salah kepadanya. Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf
terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit pun rasa benci dan dendam di
hati. Sifat pemaaf adalah salah satu perwujudan daripada ketakwaan kepada
Allah.
d.
Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun
berat untuk ditunaikan. Menepati
janji adalah bagian dari iman. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk
tanda kemunafikan.
5. Akhlak Terhadap sesama Makhluk
a.
Tafakur (Berfikir)
salah satu ciri khas manusia yang
membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang
berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan,
kemanfaatan, dan kebaikan.
b.
Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di
bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-wenang, tetapi sebagai
khalifah yang mengemban amanat Allah. Karena itu, segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan penuh
tanggung jawab dan tidak menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Akhlak
dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etikadalam
kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk,sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya.
Dalam islamakhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman
hidup kaum. Makadari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah dalam proseskehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu
umat akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada
kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karenasemua tatanan kehidupan terdapat
dalam sumber tersebut. Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang
mengatur perbuatan manusia baiksecara individu, kumpulan dan masyarakat dalam
interaksi hidup antara manusia dengan baiksecara individu, kumpulan dan
masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia denganAllah, manusia sesama
manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan
4.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berkeinginan
memberikan saran kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana
kita mempelajari tentang pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan
makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, dkk. 2005. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana.
Luth, T, dkk. 2012. Pendidikan Agama Islam. Malang: Pusat Pembinaan Agama Universitas
Brawijaya.
trimakasih infonya...
BalasHapusizin copas ya min buat tugas... sukses selalu...