Sabtu, 03 Oktober 2015

KONSEP AKHLAK DALAM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing ), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen ( moral feeling ) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action ). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
1.2 Tujuan
            1.3.1 Mengetahui Pengertian Akhlak, Etika, Moral
            1.3.2 Mengetahui Karakteristik Akhlak dalam Islam
            1.3.3 Mengetahui Prinsip-prinsip Akhlak
            1.3.4 Mengetahui Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan

BAB II
PERMASALAHAN






















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Akhlak, Etika, Moral
            3.1.1 Akhlak
Akhlak dari segi bahasa : berasal dari bahasa Arab, jama’ dari “Khuluqun” yang berarti budi pekerti. Kata “akhlak” mengandung segi-segi persesuaian dengan khalqun (ciptaan) serta erat hubungannya dengan khaliq dan makhluq. Khaliq berarti Tuhan sedangkan makluq berarti perbuatan dan perilaku manusia. Maksud ni terkandung dalam kata-kata Aisyah berkaitan akhlak Rasulullah saw yang bermaksud : "Akhlaknya (Rasulullah) adalah al-Quran." Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di atas ialah kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan tingkah laku Rasulullah saw yang semuanya merupakan pelaksanaan ajaran al-Quran.
Akhlak dari segi istilah : daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi. Sedangkan Akhlak menurut para ahli sebagai berikut:
1.      Menurut Imam al-Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu."
2.      Menurut Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
3.      Menurut Profesor Dr Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan."
  1. Menurut Abdullah Dirroz dalam Tatapangarsa (1984) menegaskan“ Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak  yang benar ( dalam hal akhlak baik ) atau pihak yang  jahat ( dalam hal akhlak yang  tidak baik ).

3.1.2 Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita  mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata  'etika'   yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama  hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti.

3.1.3 Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.


3.2  Karakteristik Akhlak
            Kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Sunnah, mengandung muatan universalistik dan partikularistik. Muatan universalistik merupakan “common platform”(titik persamaan) nilai-nilai moral lain yang ada di dunia, sedangkan muatan partikularistik menunjukkan ciri khas dan karakteristik akhlak Islam yang berbeda dengan yang lainnya. Ciri khas dan karakteristik akhlak Islam itu meliputi:
1)      Akhlak Rabbaniyah
Akhlak rabbaniyah memiliki pengertian bahwasanya wahyu Ilahi merupakan “reference source” (sumber rujukan) ajaran akhlak. Hal ini tidak berarti mengandung kontradiksi dengan pendapat akal sehat, karena kebaikan yang diajarkan oleh wahyu adalah kebaikan menurut akal dan yang diajarkan sebagai keburukan menurut wahyu adalah keburukan menurut akal.
2)      Akhlak Insaniyah
Akhlak insaniyah mengandung pengertian bahwa tuntutan fitrah dan eksistensi manusia sebagai makhluk yang bermartabat, sesuai dan ditetapkan oleh ajaran akhlak. Kecenderungan manusia kepada hal-hal yang positif dan ketetapan akal tentang kebaikan, secara langsung akan terpenuhi dan bertemu dengan kebaikan ajaran akhlak. Orientasi akhlak insaniyah ini, tidak terbatas pada perikemanusiaan yang menghargai nlai-nilai kemanusiaan secara umum, tetapi juga mencakup kepada perikemakhlukan, dalam pengertian menanamkan rasa cinta terhadap semua makhluk Allah.
3)      Akhlak Jami’iyah
Akhlak jami’iyah mempunyai arti bahwa kebaikan yang terkandung di dalamnya sesuai dengan kemanusiaan yang universal, kebaikannya untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat, mencakup semua aspek kehidupan baik yang berdimensi vertikal maupun yang berdimensi horisontal.
4)      Akhlak Wasithiyah
Akhlak wasithiyah berarti bahwasanya ajaran akhlak itu menitikberatkan keseimbangan (tawassuth) antara dua sisi yang berlawanan, seperti keseimbangan antara rohani dan jasmani, keseimbangan antara dunia dan akhirat, dan seterusnya. Allah swt, dalam firman-Nya mengilustrasikan tentang dua kelompok manusia yang memiliki sifat saling berlawanan. Kelompok pertama hanya memprioritaskan kehidupan dunianya, dengan sekuat tenaga berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan hedonistiknya dan membunuh kesadarannya akan kehidupan akhirat. Sedangkan kelompok yang kedua berusaha menyeimbangkan kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirat serta merasa takut akan siksa neraka. Kelompok pertama akan mendapatkan keinginan-keinginan duniawinya, namun di akhirat tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan kelompok yang kedua benar-benar akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
5)      Akhlak Waqi’iyah
Akhlak waqi’iyah mengandung pengertian bahwasanya ajaran akhlak memperhatikan kenyataan (realitas) hidup manusia didasari oleh suatu kenyataan, bahwasanya manusia itu di samping memiliki kualitas-kualitas unggul, juga memiliki sejumlah kelemahan. Firman Allah berikut memperjelas kondisi objektif manusia paling mendasar: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Q.S. 91:7-8)
  Ayat di atas memberikan pemahaman bahwasanya manusia memiliki dua potensi yang berhadapan secara diametral. Satu potensi menunjukkan kualitas insaniyah dan yang satunya lagi manunjukkan kelemahan.  Dalam ayat lain terdapat sebuah ilustrasi, bahwasanya kondisi realitas menjustifikasi untuk melakukan sesuatu yang tadinya terlarang. “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. 2:173)

3.3 Prinsip-prinsip Akhlak
1. Akhlak yang baik dan benar harus didasarkan atas al-Qur’an dan as-Sunah bukan dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang sudah tampak tersesat. Aliran ahlus sunah memandang baik buruk didasarkan atas agama, dan akal tidak mungkin mengetahui yang baik dan buruk tergantung pada kesesuaian dengan akal, karena akal merupakan anugerah Allah yang mulia. Al-Ghazali memandang baik buruk atas akal yang didasari dengan jiwa agama baik berdasarkan al-Qur’an maupun hadis. sedang Abu A'la al-Maududi memandang baik buruk ditentukan oleh pengalaman, rasio, dan intuisi manusia yang dibimbing tuhan melalui wahyu-Nya. Tampaknya pendapat yang terakhir inilah yang dapat dijadikan prinsip baik akhlak alami, karena kenyataannya akhlak merupakan kebiasaan yang reflektif yang semestinya ditopang oleh kebenaran rasio, dan intuisi dibimbing oleh wahyu Allah.
2. Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada Allah, kepada sesama manusia, dan kepada makhluk Allah. Berakhlak kepada manusia adalah toleransi antaragama, memberikan hak sebagai tetangga, warga negara atau warga agama, ikut terlibat dalam segala hal, tidak ingin menang sendiri, bertanggungjawab atas masalah sosial, tolong menolong, saling memaafkan, saling menghormati, dan sabar serta menahan diri. Sedangkan akhlak kepada hewan dan tumbuhan adalah melestarikan, memanfaatkan untuk kepentingan ibadah, tidak menyakiti, sehingga Nabi SAW, menyerukan agar menajamkan alat potong ketika ingin menyembelih hewan.
3. Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan akidah dan syariah, karena ketiga unsur diatas merupakan bagian integral dari syariah Allah swt.
4. Akhlak dilakukan semata-mata karena Allah, walaupun objek akhlak adalah kepada makhluk. Sedangkan ahklak kepada Allah harus lebih diutamakan dari pada akhlak kepada makhluk.
5. Akhlak dilakukan menurut proporsinya, misalnya seorang anak harus lebih hormat kepada orang tuanya dari pada orang lain.

3.4 Aktualisasi Akhlak dalam Islam
Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan seorang muslim seperti di bawah ini:
1.     Akhlak terhadap Allah
a.     Mentauhidkan Allah
Tauhid  adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah dan Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya
b.     Banyak Berzdikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah. Zikir adalah satu kewajiban. Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
c.      Berdo’a kepada Allah SWT.
berdo’a adalah inti dari ibadah. Orang-orang yang tidak mau berdo’a adalah orang-orang yang sombong karena tidak mau mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah SWT.
d.     Bertawakal Hanya Pada Allah
Tawakal kepada Allah SWT merupakan gambaran dari sikap sabar  dan kerja keras yang sungguh-sungguh  dalm pelaksanaanya yang di harapkan gagal dari harapan semestinya,sehingga ia akan mamppu menerima dengan lapang dada tanpa ada penyesalan.
e.     Berhusnudzhon ,kepada Allah
yakni berbaik sangka kepada Allah SWT karena sewsungguhnya apa saja yang di berijan Allah merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.


2.     Akhlak terhadap Rasulullah
a.     Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani Hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran.
b.     Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada Rosulullah S.A.W . Sesungguhnya Tuhan beserta para malaikatnya semua memberikan Sholawat kepada Nabi (dari Allah berarti memberi rakhmat, dan dari malaikat berarti memohonkan ampunan). Hai orang-orang beriman, ucapkanlah Sholawat kepadanya (AQ Al Ahzab : 56)
3.     Akhlak Terhadap diri sendiri
a.     Sikap sabar
Sabar adalah menahan amarah dan nafsu yang pada dasarnya bersifat negative. Kemudian manusia harus sabar dalam menghadapi segala cobaan.
b.      Sikap Syukur.
Dalam keseharian, kadang atau bahkan sering kali kita lupa untuk ber-Syukur, atau men-Syukuri segala Nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. ada 3 (tiga) Cara yang mudah untuk men-Syukuri Nikmat Allah yaitu bersyukur dengan hati yang tulus, mensyukuri dengan lisan yang dilakukan dengan memuji Allah melalui ucapan Alhamdulillah, dan bersyukur dengan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan Nikmat dan Rahmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya
c.      Sikap Tawadlhu’
Tawadlhu’ atau Rendah hati  merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam. Orang yang tawadhu’  adalah orang  menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT
d.     Bertaubat.
apabila melakukan kesalahan, maka segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Apabila ada dari kita yang merasa telah terlalu banyak berbuat dosa dan maksiat sebaiknya kita jangan  berputus asa dari rahmat ampunan Allah,  karena Allah SWT selalu memberikan kesempatan pada kita untuk  bertobat,



4.     Aklak Terhadap Sesama Manusia
a.     Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah Allah yang diajarkan oleh semua agama, termasuk agama Islam. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kalau semua elemen membangun ukhuwwah dalam komunitasnya. Apabila ada kelompok tertentu dengan mengatas-namakan agama tetapi enggan memperjuangkan perdamaian dan persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali komitmen keagamaannya,
b.     Ta’awun atau saling tolong menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah kewajiban setiap Muslim. Sudah semestinya konsep tolong-menolong tidak hanya dilakukan dalam lingkup yang sempit. Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan karena apapun yang  kita kerjakan membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
c.      Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menunggu permohonan maaf daripada orang yang berbuat salah kepadanya. Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit pun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu perwujudan daripada ketakwaan kepada Allah.
d.     Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Menepati janji adalah bagian dari iman. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda kemunafikan.
5.     Akhlak Terhadap sesama Makhluk
a.     Tafakur (Berfikir)
salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.
b.     Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-wenang, tetapi sebagai khalifah yang mengemban amanat Allah. Karena itu, segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan penuh tanggung jawab dan tidak menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etikadalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam islamakhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup kaum. Makadari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam proseskehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karenasemua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber tersebut. Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baiksecara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baiksecara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia denganAllah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan
4.2 Saran
            Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.








DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, dkk. 2005. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana.
Luth, T, dkk. 2012. Pendidikan Agama Islam. Malang: Pusat Pembinaan Agama Universitas Brawijaya.









1 komentar: