Kamis, 08 Oktober 2015

PERGESERAN ADMINISTRASI PUBLIK DAN NEW PUBLIC MANAGEMENT MENUJU NEW PUBLIC SERVICE



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Secara umum, ilmu pengetahuan dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok yakni ilmu pasti (natural science), ilmu sosial (social science), seni dan kemanusiaan (arts and humanities). Ilmu pasti atau ilmu alam terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya ilmu fisika, kimia, matematika dan biologi. Di sisi lain, ilmu sosial juga memiliki beberapa cabang, mereka adalah ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, politik dan hukum. Sedangkan seni dan kemanusiaan terdiri dari; seni itu sendiri, yang bisa berupa seni tari, seni suara, seni lukis, seni peran, seni gerak dan lain sebagainya; filsafat yang mengkaji tentang hakikat sesuatu secara filosofis; dan sastra.
Sebagai pembelajar administrasi negara kita harus berani menerima kenyataan bahwa administrasi negara adalah ilmu sosial terapan yang muncul belakangan, tepatnya pada akhir abad ke-19. Administrasi negara dilahirkan dari induknya ilmu administrasi atau manajemen dan bapak politik. Oleh karena itu, administrasi negara merupakan disiplin ilmu yang masih muda dan masih mencari jati diri (state of the art). Dalam rangka pencarian (seekingstate of the art  ilmu administrasi negara banyak bermunculan paradigma dalam memandang figure administrasi negara. Paradigma tersebut muncul silih berganti, saling melengkapi, saling mengkritik sehingga menampilkan sosok ilmu administrasi negara yang dinamis.


BAB II
PEMBAHASAN

The Old Public Administration
Dalam paradigma OPA, gerakan untuk melakukan perubahan yang lebih baik telah diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Ia menyarankan agar administrasi publik harus dipisahkan dari dunia politik (dikotomi politik-administrasi). Berdasarkan pengalaman Wilson, negara terlalu memberi peluang bagi para administrator untuk mempratekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif (politik) dengan dunia eksekutif, dimana para legislator hanya merumuskan kebijakan dan para administrator hanya mengeksekusi atau mengimplementasikan kebijakan. Sosok birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan jiwa atau semangat bisnis. Wilson menuntut agar para administrator publik selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam suatu partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia bisnis ini membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan yaitu bahwa prinsip-prinsip dalam dunia bisnis yang diparkasai oleh Taylor pantas untuk diperhatikan. Metode keilmuan, menurut Taylor, harus menggeser metode rule of thumb. Tenaga kerja harus diseleksi, dilatih dan dikembangkan secara ilmiah, dan didorong untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan sesuai prinsip-prinsip keilmuan. Dunia telah mengakui kebesaran Taylor dalam membangun prinsip manajemen yang profesional.
Ada dua tema kunci memahami administrasi public seperti yang fondasinya telah diletakan oleh Woodro Wilson. Pertama ada perbedaan yang jelas antara politik dan adminisatrasi. Perbedaan itu dikaitkan dengan akuntabilitas yang harus dijalankan oleh pejabat terpilih dan kompetensi yang netral dimiliki oleh administrator. Kedua adanya perhatian untuk menciptakan stuktur dan strategi pengelolaan administrasi yang memberikan hak organisasi public dan manajernya yang memungkinkan untuk menjalankan tugas-tugas secara efisien dan efektif. Adapun mainstream dari ide inti dari the old public administration yang dikemukakan oleh Herbert Simon antara lain:
1.    Pemerintah memberikan perhatian langsung dalam pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang berwenang.
2.    Kebijakan publik dan administrasi saling berkaitan dengan merancang serta melaksanakan kebijakan untuk tujuan politik.
3.    Administrasi publik hanya berperan kecil dalam pembuatan kebijakan dibandingkan dalam pengimplementasian kebijakan publik.
4.    Para administrator berupaya memberikan pelayanan yang bertanggung jawab.
5.    Para administrator bertanggung jawab kepada pemimpin politik yang dipilih secara demokratis.
6.    Program kegiatan di administrasikan dengan baik dan dikontrol oleh para pejabat publik yang memiliki hierarki dalam organisasi.
7.    Nilai utama dari administrasi publik adalah efiiensi dan rasionalitas.
8.    Administrasi publik dilakukan secara efisien dan tertutup.
9.    Peran administrasi publik dirumuskan secara luas seperti POSDCRB.

New Public Management
New Publik Management adalah paradigma baru dalam manajemen sektor publik. NPM biasanya dikawankan dengan Old Publik Management. Konsep NPM muncul pada tahun 1980-an. NPM menekankan ada control atas output kebijakan pemerintah, desentralisasi otoritas menajement, pengenalan pada dasar kuasi-mekanisme pasar, serta layanan yang berorientasi customer. NPM berasal dari pendekatan atas menejemen publik dan birokrasi. Selama ini birokrasi erat dikaitakan dengan manajemen sektor publik itu sendiri. Birokrasi dianggap erat berkait dengan keengganan maju, kompeksitas hirarki jabatan dan tugas, serta mekanisme pembuatan keputusan yang top-down. Fokus dari NPM sebagai sebuah gerakan adalah pengadopsian keunggulan teknik manajemen perusahaan sektor publik untuk diimplementasikan dalam sektor publik dan pengadministrasiannya.
Selama ini, birokrasi erat dikaitkan dengan manajemen sektor publik itu sendiri. Birokrasi dianggap erat berkait dengan keengganan maju, kompleksitas hirarki jabatan dan tugas, serta mekanisme pembuatan keputusan yang top-down. Juga, birokrasi dituduh telah menjauhkan diri dari harapan publik. Hal ini karena adanya ketidakpuasan pelayanan dalam sektor publik ketika OPA (old Public Administration) . Perkembangan administrasi publik satunya ketidak puasan masyarakat terhadap sektor publik. Pendekatan NPM atas manajemen publik bangkit selaku kritik atas birokrasi.
Ketidakpuasan ini muncul sebagai reaksi dari tidak produktifitasnya sektor publik. Karena pada 70-an locus administrasi publik berkembang dari yang awalnya efektif kemudian menjadi kualitas kemudian produktifitas dan kemudian menjadi inovasi.Pada 70-an esensi kajian adalah produktifitas namun kenyataannya terjadi pemusatan pada pemerintah. Lemahnya inovasi, ketika swasta sudah mencapai kreatifitas dan inovasi pemerintah masih dalam tahap efektif sehingga masih terbelakang dan belum dapat mengikuti swasta. Lemahnya sektor publik dalam memberikan layanan sehingga lamban dan tidak sensitif terhadap keinginan masyarakat. Lemahnya tercapainya tujuan sektor publik.
Untuk lebih mewujudkan konsep New Public Management dalam birokrasi public, maka diupayakan agar pemimpin birokrasi meningkatkan produktifitasnya dan menemukan alternative cara-cara pelayanan public berdasarkan perspektif ekonomi. Mereka didorong untuk memperbaiki dan mewujudkan akuntabilitas public kepada pelanggan, meningkatkan kinerja, restrukturisasi lembag birokrasi public, merumuskan kembali misi organisasi, melakukan streamlining proses dan prosedur birokrasi, dan melakukan desentralisasi proses pengambilan keputusan. Semenjak adanya konsep New Publik Management maka telah banyak terjadi kemajuaan dari praktika konsep ini dibeberapa Negara. Seperti misalnya, upaya melakukan privatisasi fungsi-fungsi yang selama ini di monopoli pemerintah dibeberapa Negara yang mengalami perubahan dan kemajuan.
Reinventing Bureaucracy
Konsep reinventing bureaucracy pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management. Di mana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigma NPM. Apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini berarti menginventarisasikan lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing government diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar, namun dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari publik sebagai pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk dikerjakan oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan terjadi proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli semua bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif, efisien, responsive, dan accountable terhadap kepentingan public
Ada kesepuluh prinsip reinventing government yang pernah diungkapkan oleh Osborne dan Gaebler, yaitu:
1.      Pemerintahan  Katalis:  Mengarahkan ketimbang mengayuh. Hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah diibaratkan sebuah perahu, peran pemerintah bisa sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu atau sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak.
2.      Pemerintahan  milik  masyarakat: Lebih baik  memberikan kewenangan pada masyarakat untuk melayani sendiri dari pada pemerintah sendiri yang memberikan pelayanan.
3.      Pemerintahan yang kompetetif.  Menyuntikkan  Persaingan ke dalam  pemberian pelayanan. Pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi seolah-olah atau akan berkembang adanya persaingan, sehingga birokrasi dapat memberikan pelayanan yang baik.
4.      Pemerintah yang digerakkan oleh misi. Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang berorientasi pada kegiatan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah sebaiknya berorientasi pada pelayanan. Aturan-aturan tidak kaku dan tidak mengganggu pada misi.
5.      Pemerintah yang berorientasi pada hasil. Pembiayaan pemerintah diharapkan mempunyai hasil (outcomes) dan tidak hanya berorientasi pada input atau output semata
6.      Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan. Orientasi pelayanan pemerintah sebaiknya pada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan berorientasi pada birokrasi. Misalnya membuat prosedur pelayanan yang orientasinya pada birokrasi.
7.      Pemerintaha Wirausaha. Orientasi pada menghasilkan ketimbang membelanjakan, yang artinya pemerintah dapat menciptakan sumber-sumber pendapatan baru dan tidak hanya berorientasi pada bagaimana menghabiskan uang.
8.      Pemerintah antisipatif. Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Membentuk pemerintah yang selalu berorientasi pada masa yang akan datang, pemecahan masalah tidak berjangka pendek.
9.      Pemerintahan desentralisasi. Birokrasi yang mempunyai kedekatan dengan masyarakat, mengurangi jalur birokrasi sehingga dapat mengurangi biaya tinggi.
10.  Pemerintahan yang berorientasi pada pasar. Melalukan perubahan melalui pasar, sehingga pemerintah tidak selalu memonopoli pelayanan yang diberikan atau mengurangi captive market Copy the BEST Traders and Make Money

New Public Service
            New Public Service dianggap sebagai usaha kritikan terhadap paradigma Old Public Administration dan New Public Management yang dirasa belum memberikan dampak kesejahteraan dan malah menyebarkan ketidak-adilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat harusnya dianggap sebagai warga negara dan bukannya client atau pemilih seperti dalam paradigma Old Public Administration atau customer yang diusung oleh paradigma New Public Management.
Prinsip-prinsip atau asumsi dasar dari Pelayanan Publik Baru (New Public Service) adalah sebagai berikut :
1.      Melayani Warga Negara Bukan Pelanggan: melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan.
2.      Kepentingan Publik: kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik.
3.      Kewarganegaraan Lebih Berharga atau Bernilai dari Pada Kewirausahaan:  kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya.
4.      Berpikir Strategis dan Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically); pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik.
5.      Menyadari bahwa Akuntabilitas Tidaklah Mudah (Recognize that Accountability Isn’t Simple); pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat.
6.      Melayani dari pada Mengarahkan (Serve Rather than Steer); fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan.
7.      Menghargai Manusia tidak hanya sekedar Produktivitas (Value People, Not just Productivity); kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.

Citizen Democratic
            Citizen dan Democratic merupakan isu yang amat penting dan visible dalam teori social dan politik. Dari kedua bahasan tentang citizenship atau kewarganegaraan justru amat aktif dan dinamis. Dilihat dari sudut pandang status legal, kewarganegaraan itu diartikan sebagai hak dan kwajiban sebagaimana yang telah ditetapkan dan diatur oleh system perundangan yang berlaku. Dalam pengertian yang agak luas kewarganegaraan berkaitan dengan isu-isu umum atas keterlibatan seseorang kedalam keanggotaan komunitas politik, termasuk isu mengenai hak dan kewajiban. Jadi warga Negara adalah seseorang individu yang mempunyai kebebasan untuk terlibat dalam keanggotaan komunitas dan kehidupan politik dan memengaruhi system politik yang ada.
            Menurut Sandel (1996), model yang biasanya dipergunakan untuk menjelaskan hubungan warga Negara dan Negara dalam basis bahwa pemerintah itu diperlukan untuk menjamin warga Negaranya bisa membuat pilihan-pilihan yang bebas selaras dengan kepentingan individu yang dijamin oleh suatu prosedur dan hak individu. Sementara itu James Buchanan  menyatakan walaupun altruisme sering kali diperdebatkan dalam wacana publik, namun institusi politik itu seharusnya dirancang untuk meminimalisasikan penggunaan yang berlebihan prinsip altruisme ini. Walaupun Buchanan berpendapat seperti itu namun banyak pemikir menyatakan bahwa political altruisme memainkan peranan yang amat penting dalam esensial proses suatu pemerintahan yang demokratis (Mansbridge, 1994)
Dalam perspektif ini maka spirit public melibatkan dua hal yakni cinta (love) dan kewajiban (duty) yang masing-masing dari keduanya memainkan peranan yang penting. Mansbridge dengan tegas menyatakan bahwa dengan mengabaikan altruisme merupakan tindakan yang tidak baik, seperti Elite politik bisa memanipulasikan “public spirit” melalui indoktrinasi atau melalui karisma, melalui pembatasan hak menyatakan pendapat dan melembagakan temu wicara tetapi suara yang menentang dilarang. Spirit public amat perlu dipelihara dan dikembangkan dengan tetap berlandaskan prinsip-prinsip keadilan, partisipasi public dan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat.
BAB III
KESIMPULAN

NPS merupakan paradigma yang relatif masih baru dalam kajian administrasi negara. NPS berakar dari teori demokrasi kewargaan, model komunitas dan masyarakat sipil, teori organisasi humanis dan administrasi negara baru serta administrasi negara postmodern. NPS memiliki perbedaan karakteristik dengan OPA dan NPM. NPS berusaha menutupi kekurangan-kekurangan pada paradigma OPA dan NPM dengan menawarkan sejumah opsi. Inti dari paradigma NPS adalah mereposisi peran negara dan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Nalar politik sangat kental dalam mencari akar NPS. Namun NPS sendiri alpa dalam mengkaji landasan filosofis-ideologis NPM sehingga NPM berbeda dengan NPS.


Minggu, 04 Oktober 2015

EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI



Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Sifat materialisme ternyata merupakan pendorong lahirnya eksistensialisme. Yang dimaksud dengan eksistensi ialah cara orang berada didunia. Kata berada pada manusia tidak sama dengan beradanya pohon atau batu. Untuk menjelaskan arti kata berada bagi manusia, aliran eksistensialisme mula-mula menghantam materialisme. Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme dan Idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrem. Kedua-duanya berisi benih-benih kebenaran, tetapi kedua-duanya juga salah. Eksistensialisme ingin mencari jalan keluar dari kedua ekstreminitas itu.
Materialisme memandang kejasmanian (materi) sebagai keseluruhan manusia, padahal itu hanya aspek manusia. Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek. Manusia berpikir, berkesadaran, inilah yang tidak disadari oleh materialisme.
Eksistensialisme dan Fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan terhadap metoda - metoda dan pandangan - pandangan filsafat barat yang tradisional. Tetapi gerakan - gerakan ini sangat berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan oleh filsafat analitik. Eksistensialisme dan fenomenologi menyajikan sikap atau pandangan yang menekankan kepada eksistensi manusia, artinya kualitas - kualitas yang membedakan antara individual ( perorangan ) dan tidak membicarakan manusia secara abstrak atau membicarakan alam atau dunia secara umum. Keyakinan Bahwa Eksistensi Adalah Yang Terpenting, Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedududkan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung. Desakan yang pokok atau pendorong adalah untuk hidup dan untuk diakui sebagai individual. Jika seorang manusia diakui seperi itu, ia akan memperoleh arti dan makna salam kehidupan. Tempat bertanya yang paling penting bagi seorang manusia adalah kesadarannya yang langsung dan kesadaran tersebut tak dapat dimuat dalam sistem atau abstraksi. Pemikiran yang abstrak condong untuk menjadi impersonal dan menjauhkan seorang dari rasa manusia konkrit dan rasa berada dalam situasi manusia. Realitas atau wujud ( being ) adalah eksistensi yang terdapat dalam ‘I’  dan bukan dalam ‘it’. Oleh sebab itu, pusat pemikiran dan arti adalah dalam eksistensi seorang pemikir. Bagi filosof Denmark, Soren Kierkegaard umpamanya, manusia yang menganggap bahwa pandangan hidupnya ditetapkan oleh akalnya adalah orang yang meletihkan dan tidak berpandangan jauh, ia gagal untuk memahami fakta yang elementer bahwa ia bukannya pemikir yang murni, akan tetapi ia adalah seorang yang ada ( existing individual ).
Kelompok eksistensialis membedakan antara eksistensi dana esensi. Eksistensi berarti keadaan yang aktual, yang terjadi dalam ruang dan waktu, eksistensi menunjukkan kepada suatu benda yang ada disini dan sekarang. Eksistensi berarti bahwa jiwa atau manusia diakui adanya atau hidupnya. Tetapi bagi kelompok eksistensialis, kata kerja ‘to exist’ mempunyai isi yang lebih positif dan lebih kaya daripada kata kerja ‘to live’. Kadang - kadang orang mengatakan tentang orang yang hidup kosong dan tanpa arti bahwa ‘ia tidak hidup, ia hanya ada’. Kelompok eksistensialis mengubah kata tersebut dan mengatakan ‘orang itu tidak ada, ia hanya hidup’. Bagi mereka eksistensi berarti kehidupan yang penuh, tangkas, sadar, tanggung jawab, dan berkembang.
Istilah esensi adalah sebaliknya dari eksistensi, yakni sesuatu yang membedakan antara suatu benda dan corak - corak benda lainnya. Esensi adalah yang menjadikan benda itu seperti apa adanya, atau suatu yang dimiliki secara umum oleh macam -macam benda. Esensi adalah umum untuk beberapa individu dan kita dapat bericara tentang esensi secara berarti walaupun tidak ada contoh benda itu pada suatu waktu. Kita membedakan antara benda itu apa, dan itukah benda itu. Yang pertama adalah esensinya pensil dan pensil ini, yang saya rasakan dengan indra saya, ada.
Aliran eksistensialisme kemudian terbagi menjadi dua cabang yaitu eksistensialisme sosial dan eksistensialisme kritis. Eksistensialisme Sosial berangkat dari pemikiran bahwa eksistensi ditemukan melalui kritis dalam suatu kelompok masyarakat. Eksistensialisme yang kedua adalah eksistensialisme kritis.


Eksistensialisme Kritis terbagi lagi dalam tiga cabang eksistensialisme.
a.    Teologi Dialektis
Kritis dipandang sebagai keberhasilan agama mencari melalui kebingungan akal.
b.    Eksistensialisme Kantian
Dengan tokoh utamanya Karl Jaspers. Poros pemikirannya adalah adaptasi modern pada teori krisis Kierkegaard.
c.    Eksistensialisme Fenomenologisa
Tokoh utamanya Martin Heidegger, Jean Paul Sartre dan Maurice Merleau Ponty. Persoalan eksistensi dan hubungannya dengan esensi merupakan satu aspek dan satu aspek terluas tentang yang ada.
        Sifat-sifat umum bagi penganut yang dinamai orang eksistensialisme itu :
1.    Orang menyuguhkan dirinya (eksistere) dalam kesungguhan yang tertentu.
2.    Orang harus berhubungan dengan dunia.
3.    Orang merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan badannya.
4.    Orang berhubungan dengan ada.

FENOMENOLOGI
 Pengertian fenomenologi
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada fenomena yang murni. Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Kita harus bertolak dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran murni”. Untuk mencapai bidang kesadaran murni, kita harus membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari. Sebagai filsafat, fenomenologi menurut Husserl memberi pengetahuan yang perlu dan esensial mengenai apa yang ada. Dengan demikian fenomenologi dapat dijelaskan sebagai metode kembali ke benda itu sendiri (Zu den Sachen Selbt), dan ini disebabkan benda itu sendiri merupkan objek kesadaran langsung dalam bentuk yang murni.

 Prinsip Fenomenologi.
a)      Prisnsip Epoche dan Eidetic Vision.
Keberhasilan penggunaan metode fenomenologis adalah membebaskan diri dari praduga-praduga atau pengandaian-pengandaian. Dalam mengeksplorasi kesadaran terdapat sebuah keharusan untuk menyingkirkan segala macam dalil, seperti keyakinan-keyakinan, teori-teori dan corak pikir yang telah menjadi kebiasaan. Husserl menyebut itu semua harus disimpan dalam tanda kurung. Penyingkiran semua macam penilaian itu disebut Husserl dengan epoche (istilah Yunani: tidak memberikan suara).Setelah epoche ini dilakukan, barulah eksplorasi fenomena yang dilakukan dengan sadar dapat dilakukan. Karena dengan melakukan epoche penilaian terhadap fenomena tidak terdistorsi oleh subjektifitas pengamat (penyelidik).
Di dalam kriteria tertentu epoche ini mirip sekaligus berbeda dengan metode meragukan segala sesuatu ala Rene Descartes, dengan keraguannya terhadap Descartes ia tidak sampai kepada eksplorasi fenomenologis. Sedangkan Husserl dengan epoche-nya tidak meragukan semua hal, melainkan hanya tidak memperhatikan  semua itu hingga tuntasnya sebuah penyelidikan terhadap suatu fenomena.
Dalam usaha untuk menyingkirkan segala sesuatu untuk mencapai penyelidikan fenomena memiliki tiga macam reduksi.Reduksi ini merupakan usaha untuk mencapai bagian hakikat segala sesuatu (fenomena) yang diselidiki. Husserl sendiri mengemukakan tiga macam reduksi:.
1)      Reduksi  Fenomenologis.
Di dalam reduksi ini manusia mesti meninggalkan (menyaring) pengalaman-pengalamannya untuk mendapatkan fenomena dalamwujud murni dan utuh. Hal ini perlu dilakukan supaya fenomena yang diselidiki bisa masuk kedalam kesadaran, tanpa terlebih dulu dihakimi oleh pengalaman. Apabila reduksi ini berhasil maka manusia dapat menemukan fenomena atau gejala yang sebenarnya. Manusia akan mengenal gejala tersebut dalam dirinya sendiri.
2)      Reduksi Eidetis.
Merupakan tindakan pengurungan (penyaringan) segala hal yang bukan intisari atau hakekat fenomena. Jadi disini bisa disebut sebagai penilikan hakekat. Di sinilah manusia bisa memengerti sesuatu dalam konteks hakikatnya. Umpamanya kalau manusia menyelidiki fenomena rumah, maka haru dilakukan penyaringan, mana yang merupakan inti sari rumah dan mana yang bukan.
3)      Reduksi Transendental.
Reduksi ini melakukan penyaringan terhadap eksistensi dan segala sesuatu yang tidak ada hubungan timbal balik dengan kesadaran murni, agar dari obyek itu akhirnya orang sampai kepada apa yang ada pada subyek sendiri atau dengan kata lain metode fenomenologi diterapkan kepada subjeknya sendiri dan kepada perbuatannya, kepada kesadaran yang murni.
Dunia yang tampak sebenarnya tidak dapat memberikan sebuah kepastian kepada manusia, bahwa pengertian manusia tentang realitas adalah benar. Dalam artian yang lebih ekstrim, dunia tidak dapat memberikan kebenaran.
Supaya kebenaran itu didapatkan manusia maka menurut Husserl mesti dicari dalam Erlebnisse, yaitu pengalaman yang dengan sadar. Di dalam pengalaman yang memang sadar ini kita mengalami diri kita sendiri atau “aku” kita senantiasa berhubungan dengan dunia benda diluar kita. Di dalam menikmati kesadaran kita maka yang tertinggal biasanya adalah “aku empiris”. Aku empiris ini maksudnya adalah aku yang berpengalaman, yang terikat dengan benda. Contohnya adalah aku yang sedang duduk, sedang makan, sedang bekerja dan sebagainya. Setelah aku empiris ini berlalu yang ada hanyalah “aku yang murni”. Aku yang murni ini kemudian tidak dalam wilayah empiris lagi, yang mengatasi segala pengalaman yang transedental. Karena aku yang murni ini tidak terikat dengan dunia kebendaan. Inilah dasar yang pasti dan sudah jelas kedudukannya sehingga tidak dapat dibantah lagi bagi segala pengertian.
b)     Konsep Dunia Kehidupan (Lebenswelt).
Memperbincangkan Fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai konsep Lebenswelt (dunia kehidupan). Konsep ini penting artinya, sebagai usaha memperluas konteks ilmu pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu sosial serta untuk menyelamatkan subjek pengetahuan.
Edmund Husserl, dalam karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology, menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik, yang pada prinsipnyamemandang semesta sebagai sesuatu yang teratur mekanis seperti halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya matematisasi alam dimana alam dipahami sebagai keteraturan (angka-angka).Pendekatan ini telah mendehumanisasi pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia ke formula-formula impersonal.
Dunia kehidupan dalam pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani, sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara filosofis.
Ciri fenomenologi ;
1. Cenderung mempertanyakannya dengan naturalisme atau objektivisme dan positivisme yang  telah berkemabang sejak renaisans dalam pengetahuan modern dan teknologi.
2. Memastikan kognisi yang mengacu pada yang dinamakan ‘Evidenz’ = kesadaran akan suatu benda.
3. percaya bahwa tidak hanya satu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya
  Prinsip dasar fenomenologi

Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis yaitu :
-          Pengetahuan di temukan secaralangsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
-          Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
-          Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang di gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi yang pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728-1777) seorang filsuf jerman dalam bukunya “Neues Organon”(1764). Inti dari tradisi fenemonologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Adapun varian dari tradisi fenomenologi ini adalah:
1.      Fenomenologi klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa di dapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
2.      Fenomenologi persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda-beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa di katakan lebih subyektif.
3.      Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga di sertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.